Rabu, 28 Agustus 2013

Gejala Stroke, Penyebab dan Cara Pencegahan




Mengenal penyakit stroke, mulai dari gejala, penyebab dan cara pencegahan. Apa itu stroke? Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Dengan kata lain penyakit stroke ini merupakan penyakit pembuluh darah otak (serebrovaskuler) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) hal ini disebabkan karenakan adanya penyumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah menuju otak sehingga pasokan darah dan oksigen ke otak berkurang dan menimbulkan serangkaian reaksi biokimia yang akan merusakkan atau mematikan sel-sel saraf otak.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyQ6FOqFkPnuxGWM9eghtTeCFT33TOVyIdEt4h1uKz5mlHUHRW_CZdDz-IP9uuEuUzr2VNIbOdZHKO6KwX95BBCfvUuXc4BObNZrDwWEQdb-4tTHf6XyGvLh2paTzl1r8oG2AKON-35vc/s1600/gejala-stroke.jpg
Jumlah penderita stroke di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Pada akhir tahun 2012 lalu, sebuah lembaga mencatat telah terjadi sekitar 500.000 kasus penderita stroke dengan angka 12.500 orang meninggal akibat penyakit tersebut. Sementara sisanya mengalami cacat, baik ringan maupun berat. Karena itu pengobatan awal serta pencegahan menjadi perang penting dalam memerangi stroke.
Penyebab Penyakit Stroke

Ada dua faktor yang merupakan penyebab stroke yaitu resiko medis dan resiko perilaku

1. Faktor risiko medis
Faktor resiko medis yang menyebabkan atau memperparah stroke antara lain hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), kolesterol, arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, diabetes, riwayat stroke dalam keluarga (faktor keturnan) dan migren (sakit kepelah sebelah). Menurut data statistik 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis.

2. Faktor risiko perilaku
Faktor resiko perilaku disebakan oleh gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, menkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol gemar mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food dan junk food). Faktor resiko perilaku lainnya adalah kurangnya aktifitas gerak / olah raga dan obesitas. Salah satu pemicunya juga adalah susasana hati yang tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.
Gejala Serangan Stroke

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat difahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan stroke.

Tanda-tanda utama serangan stroke :
  • Rasa bebal atau mati mendadak atau kehilangan rasa dan lemas pada muka, tangan atau kaki, terutama pada satu bagian tubuh saja
  • Rasa bingung yang mendadak, sulit bicara atau sulit mengerti
  • Satu mata atau kedua matamendadak kabur
  • Mendadak sukar berjalan, terhuyung dan kehilangan keseimbangan
  • Mendadak merasa pusing dan sakit kepala tanpa diketahui sebab musababnya

Selain itu harus dijelaskan pula kemungkinan munculnya tanda-tanda ikutan lain yang bisa timbul dan atau harus diwaspadai, yaitu;
  • Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah
  • Rasa pingsan mendadak, atau merasa hilang kesadaran secara mendadak

Cara Mencegah Penyakit Stroke

Adapun, untuk menghindari stroke seseorang bisa melakukan tindakan pencegahan termasuk membiasakan diri menjalani gaya hidup sehat. Berikut adalah 10 langkah yang dapat Anda lakukan guna menghindarkan diri dari serangan stroke.

1. Hindari dan hentikan kebiasaan merokok
Kebiasaan ini dapat menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan membuat darah Anda menjadi mudah menggumpal.

2. Periksakan tensi darah secara rutin
Tekanan darah yang tinggi bisa membuat pembuluh darah Anda mengalami tekanan ekstra. Walaupun tidak menunjukkan gejala, ceklah tensi darah secara teratur.

3. Kendalikan penyakit jantung
Kalau Anda memiliki gejala atau gangguan jantung seperti detak yang tidak teratur atau kadar kolesterol tinggi, berhati-hatilah karena hal itu akan meningkatkan risiko terjadinya stroke. Mintalah saran dokter untuk langkah terbaik.

4. Atasi dan kendalikan stres dan depresi
Stres dan depresi dapat menggangu bahkan menimbulkan korban fisik. Jika tidak teratasi, dua hal ini pun dapat menimbulkan problem jangka panjang.

5. Makanlah dengan sehat
Anda mungkin sudah mendengarnya ribuan kali, namun penting artinya bila Anda disiplin memakan sedikitnya lima porsi buah dan sayuran setiap hari. Hindari makan daging merah terlalu banyak karena lemak jenuhnya bisa membuat pembuluh darah mengeras. Konsumsi makanan berserat dapat mengendalikan lemak dalam darah.

Dengan mengenali tentang gejala dan penyebab serta resiko stroke, diharapkan kita semua lebih waspada dan hati-hati dengan selalu menjaga kesehatan. Semoga bermanfaat.

6. Kurangi garam
Karena garam akan mengikatkan tekanan darah.

7. Pantau berat badan Anda
Memiliki badan gemuk atau obes akan meningkatkan risiko Anda mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan diabetes, dan semuanya dapat memicu terjadinya stroke.

8. Berolahraga dan aktif
Melakukan aktivitas fisik secara teratur membantu Anda menurunkan tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat dalam darah.

9. Kurangi alkohol
Meminum alkohol dapat menaikkan tensi darah, oleh karena itu menguranginya berarti menghindarkan Anda dari tekanan darah tinggi.

10. Mencari Informasi
Dengan mengikuti perkembangan informasi tentang kesehatan, banyak hal penting yang diperoleh guna menghindari kemungkinan atau menekan risiko stroke. Berhati-hatilah, beragam hormon termasuk pil dan terapi penggantian hormon HRT diduga dapat membuat darah menjadi kental dan cendrung mudah menggumpal






http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/lg.php?bannerid=15387&campaignid=4059&zoneid=2149&loc=1&referer=http%3A%2F%2Fhealth.kompas.com%2Fread%2F2013%2F05%2F16%2F09075467%2FCara.Cepat.Kenali.Gejala.Stroke&cb=63413d2a52

Cara Cepat Kenali Gejala Stroke

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/05/16/0906552-sakitkepalastroke-620X310.jpg
Add caption
Serangan stroke dapat terjadi tiba-tiba, namun tanda-tandanya sebenarnya dapat dideteksi. Para ahli mengatakan, semakin dini stroke dikenali dan diobati, maka semakin besar kemungkinan untuk sembuh dan terhindar dari risiko kelumpuhan.

Mati rasa pada wajah, lengan, kaki di satu sisi tubuh, disertai kebingungan dan masalah berbicara merupakan tanda-tanda seseorang mengalami stroke. Selain itu, ada pula tanda-tanda seperti pusing dan sakit kepala parah, mengalami masalah berjalan, hilang penglihatan di satu atau kedua mata.

Kepala Divisi Stroke di NewYork-Presbyterian Hospital/Columbia University Medical Center mengatakan, ketika seseorang terkena stroke, mereka akan menunjukkan tanda-tanda perubahan fisik yang dapat dikenali, ringan ataupun ekstrem. 

Berikut adalah beberapa tanda yang perlu diwaspadai :

1. Tiba-tiba mati rasa atau lemah pada bagian wajah, lengan, atau kaki - terutama pada satu sisi tubuh.

Orang dengan stroke biasanya akan memiliki bentuk mulut "tidak rata" alias mencong. Perlu diwaspadai juga apabila mereka (orang yang dicurigai stroke) mengalami kesulitan menggerakkan lengan atau mengendalikan jari. Misalnya, ketika mengangkat kedua tangan, tangan yang sebelah lebih tinggi dibandingkan tangan yang lain.

2. Tiba-tiba kebingungan dan kesulitan berbicara.

Masalah bahasa adalah salah satu tanda-tanda yang paling umum dari stroke. Seseorang yang mengalami stroke tiba-tiba mungkin akan mengalami masalah ketika mereka bicara. Bahkan, beberapa di antaranya juga mengalami penurunan pemahaman. Mintalah dia (orang yang dicurigai stroke) untuk mengulangi kembali kalimat sederhana kepada Anda, misalnya: "Saya pergi ke toko hari ini." Jika ia mengalami kesulitan mengulangi kata-kata itu bisa jadi dia mengalami stroke.

3. Pengelihatan mendadak terganggu.

Gangguan pengelihatan yang datang secara tiba-tiba merupakan gejala stroke yang umum. Mereka mungkin tidak akan mampu melihat dengan jelas dengan satu mata, atau mungkin mengalami kesulitan untuk melihat ke kanan atau kiri.

4. Tiba-tiba kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi.

Berjalan seolah-olah mabuk, tersandung, atau bahkan jatuh adalah semua gejala stroke. Tanda-tanda serupa lainnya seperti berjalan dengan kaki terbuka lebar atau tiba-tiba kehilangan kemampuan motorik halus, seperti ketidakmampuan untuk menulis juga patut diwaspadai.

5. Sakit kepala parah tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.

Gangguan sakit kepala tidak selalu identik dengan gejala stroke. Tetapi, jika sakit kepala menyerang tiba-tiba atau tampak sangat intens, patut untuk diwaspadai. Jika leher kaku, nyeri pada wajah, atau muntah yang disertai sakit kepala bukan tidak mungkin akan menyebabkan terjadinya perdarahan intrakranial, juga dikenal sebagai "stroke merah (red sroke)."


Pencegahan

Pengobatan dini dapat mencegah kerusakan yang lebih besar akibat stroke. Salah satu pengobatan umum stroke yaitu dengan tissue plasminogen activator (TPA). Obat ini disuntikkan ke arteri atau vena yang kemudian akan melarutkan sumbatan di pembuluh darah sehingga darah kembali mengalir ke otak.

Stroke merupakan penyakit pemicu kematian yang serius, namun sebenarnya dapat dicegah. Perubahan gaya hidup perlu ditingkatkan guna mengurangi risiko stroke. Berikut beberapa perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan :

- Kurangi garam

Mengurangi konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah sehingga mengurangi risiko stroke.

- Konsumsi makanan sehat

Kurangi kolesterol "jahat" dapat meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko stroke. Kadar kolesterol harus di bawah 200 mg/dL.

- Stop merokok

Perokok memiliki risiko stroke dua kali lipat. Merokok dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah, serta mempercepat penyumbatan di pembuluh darah.

- Hidup aktif dan olahraga

Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko yang lebih besar memiliki kadar kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes, dan stroke. Olahraga dapat mengurangi berat badan sehingga mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut.

Meskipun telah mengubah gaya hidup, para ahli mengatakan orang yang berusia di atas 55 tahun memiliki risiko yang lebih besar terkena stroke. Selain itu, meskipun stroke lebih umum terjadi di kalangan kaum Adam, namun wanita pun tak terlepas dari risikonya.


Minggu, 19 Mei 2013

TOKSOPLASMA

Apa itu toksoplasma
Flexmedia –  Penyakit toksoplasmosis adalah infeksi yang bisa mengancam pertumbuhan janin dan bisa menyebabkan keguguran. Parasit penyebabnya adalah Toxoplasma gondii, yang berkembang biak dalam saluran pencernaan kucing dan ikut keluar bersama fesesnya, terutama hidup di bak pasir tempat BAB kucing dan di tanah atau pupuk kebun. Anda bisa terinfeksi oleh parasit ini ketika membersihkan kotoran kucing atau memegang tanah yang terdapat feses kucing. Anda juga bisa terkena toksoplasma karena mengonsumsi daging yang dimasak setengah matang (dimana daging tersebut terinfeksi dengan parasit toksoplasma). Meskipun kucing adalah tempat hidup utama parasit ini, toksoplasma juga bisa hidup pada anjing, unggas dan hewan ternak seperti babi, sapi atau kambing.
Janin bisa terinfeksi toksoplasma melalui saluran plasenta jika si ibu terserang toksoplasmosis ketika sedang mengandung. Infeksi parasut ini bisa menyebabkan keguguran atau cacat bawaan seperti kerusakan pada otak dan fungsi mata.
♦ Seperti apa gejalanya?
Orang dewasa sehat biasanya tidak menunjukkan gejala spesifik ketika terinfeksi toksoplasmosis. Gejala yang timbul terkadang bisa menyerupai gejala flu, seperti demam, kelelahan, atau radang tenggorokan. Pernah juga dilaporkan adanya pembengkakan pada kelenjar getah bening. Jika seseorang pernah terserang toksoplasmosis, tubuhnya akan membentuk imunitas dan biasanya orang tersebut tidak akan terserang untuk kedua kalinya.
♦ Bagaimana cara mendeteksinya?
Satu-satunya cara mendeteksi infeksi ini adalah tes darah yang tergabung dalam tes TORCH. Tes ini umumnya disarankan untuk dilakukan pada ibu hamil di trimester awal kehamilan untuk mengetahui kemungkinan adanya infeksi toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes. Menurut penasihat Parents Indonesia, Prof. Dr. med. Ali Baziad SpOG, K-FER, profesor Obstetri dan Ginekologi Universitas Indonesia, tes TORCH hanya akan diberikan jika memang sebelumnya ada indikasi tertentu, misalnya memiliki riwayat keguguran, atau jika pernah melahirkan bayi cacat dan meninggal dunia.
♦ Kucing dan Parasit Toksoplasma
Memiliki kucing di rumah ketika Anda sedang hamil tidak serta merta membuat Anda terinfeksi toksoplasma. Alasannya adalah:
1. Toksoplasma dibawa oleh kucing yang memakan daging mentah seperti daging tikus atau burung liar atau makanan yang mengandung parasit toksoplasma. Parasit ini hanya bisa ditularkan ketika si kucing pertama kali terekspos oleh parasit tersebut, dan hanya bisa hidup selama dua minggu di usus kucing. Setelah itu, si kucing akan membangun imunitas terhadap toksoplasma sehingga tidak akan terserang untuk kedua kalinya. Dengan begitu, kucing yang berisiko besar mengandung parasit ini adalah kucing liar.
2. Telur parasit toksoplasma yang bernama oocyst membutuhkan waktu satu hingga 21 hari sebelum matang, untuk kemudian menginfeksi inangnya. Toxoplasma gondii hanya bisa menginfeksi selama dua hingga delapan hari sebelum mati. Meski demikian, telurnya dapat bertahan hidup di tanah selama lebih dari satu tahun. Jika boks pasir si pus rajin dibersihkan, kemungkinan Anda terserang toksoplasmosis sangat minim.
3. Oocyst ditularkan melalui saluran pencernaan, infeksi toksoplasmosis hanya bisa terjadi jika Anda melakukan kontak dengan feses kucing yang terkontaminasi parasit, lalu tanpa mencuci tangan, Anda menyentuh mulut. Atau dengan cara-cara lain, mentransfer partikel feses yang terkontaminasi ke saluran cerna Anda.
Karena sangat kecil kemungkinan seekor kucing peliharaan yang terawat baik bisa menularkan parasit toksoplasma pada pemiliknya, maka wanita hamil juga memiliki kemungkinan kecil terinfeksi toksoplasmosis dari kucing peliharaannya. Prof. Ali tidak mempermasalahkan wanita hamil memelihara kucing di rumah. “Kemungkinan kucing yang terserang toksoplasma adalah kucing liar yang terbiasa hidup mengais makanan sisa di sampah-sampah atau jika dia menangkap burung liar atau tikus,” katanya. Asalkan kucing tersebut dipelihara dengan bersih di dalam rumah, makananannya bisa dikontrol, tidak memakan daging mentah dan fesesnya dibersihkan setiap hari oleh anggota keluarga, selain Anda yang sedang hamil, keberadaan kucing di dekat Anda bukanlah momok kehamilan yang mengerikan.
♦ Siapa yang paling berisiko terserang toksoplasmosis?
Wanita yang memelihara kucing liar (atau yang dibiarkan berkelana keluar rumah) atau baru saja mendapatkan kucing yang tidak jelas asalnya. Anda juga berisiko terinfeksi toksoplasma jika senang mengonsumsi daging setengah matang, sering melakukan kontak dengan tanah atau pupuk tanpa sarung tangan ketika berkebun, atau sebelumnya pernah mengalami pembengkakan kelenjar getah bening. Bahkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Eropa, mereka yang mengonsumsi daging kurang matang justru memiliki risiko terserang toksoplasma lebih besar dibandingkan mereka yang memelihara kucing di dalam rumah.
Sumber : Parentsindonesia…
Namun ada sebuah artikel yang pernah saya baca terkait tentang kucing

♥ Hasil penelitian laboratorium ♥
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap kucing dari berbagai perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, seperti punggung, bagian dalam telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sample dengan usapan. Disamping itu, dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian khusus. Selain itu, diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam mulut dan mengusap lidah. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Hamdan dan Rumah sakit Yaman di Damaskus. Adapun hasil yang didapatkan adalah :
1. Hasil yang diambil dari kulit luar ternyata negatif, meskipun dilakukan berulang-ulang.
2. Perbandingan yang ditanamkan memberikan hasil negatif sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut.
3. Cairan yang diambil dari permukaan lidah memberikan hasil negatif.
4. Kuman yang ditemukan saat proses penelitian dilakukan berasal dari kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman biasa yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah terbatas seperti enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus. Jumlahnya kurang dari 50 ribu pertumbuhan.
5. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam.
Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian laboratorium menyimpulkan bahwa kucing tidak memiliki kuman dan mikroba. Liurnya bersih dan membersihkan.
♥ Komentar Para dokter yang bergelut dalam bidang kuman.♥
Menurut Dr.George Maqshud, ketua laboratorium di Rumah sakit Hewan Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah kucing. Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
Setelah melakukan penelitian terhadap berbagai cairan untuk membandingkan liur manusia , anjing dan kucing, Dr.Gen Gustafin menemukan bahwa kuman yang paling banyak terdapat pada anjing, kemudian manusia memiliki seperempat dari anjing, lalu pada kucing terdapat setengah dari kuman manusia. Dokter hewan di RS hewan damaskus, Said Rafah menegaskan bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang bernama lysozyme.
Kucing tidak menyukai air, karena air tempat yang sangat subur untuk tumbuhnya bakteri, terlebih pada air yang tergenang. Kucing menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia menjauh dari panas matahari, tidak dekat dengan air. Tujuannya supaya bakteri tidak berpindah kepadanya. Iilah yang menjadi faktor tidak addany akuman pada tubuh kucing. (Pembahasan ini ada dalam kajian fikih Al-Syafii dengan kaidah ”kering yang bersih”)

Senin, 15 April 2013

HISPRUNG


Hirschsprung

1.    DEFINISI
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir < 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000).
2.    ETIOLOGI
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah:
1.    Aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
2.    Diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrome.
3.    Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

3.    EPIDEMIOLOGI
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah laki laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
    Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari per 5400-7200 kelahiran.
    Tidak diketahui frekuensi yang tepat untuk seluruh dunia, walaupun beberapa penelitian internasional melaporkan angka kejadian sekitar 1 kasus dari 1500 hingga 7000 kelahiran.
    Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem neurologis, kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal.
    Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan menyebabkan peningkatan mortalitas sebesar 80%.
    Mortalitas operative pada prosedur intervensi sangat rendah. Terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup.(Askarpour & Samimi, 2008 & Pasumarthy & Srour, 2008)
    Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 4:1. (Pasumarthy & Srour,2008)
    Jumlah penderita hirschsprung laki-laki mencapai 70-80% dari kejadian. (Askarpour & Samimi, 2008)
4.    KLASIFIKASI
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penyakit hirschprung segmen pendek.
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebihsering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun perempuan.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschprung dapat diklasifikasikan dalan 3 kategori:
1)    Penyakit Hirschsprung segmen pendek/ HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2)    Penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)
Daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malah dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
3)    Total Colonic Aganglionosis (3-12%)
4)    Kolon aganglionik universal
    Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%)
5.    PATOFISIOLOGI
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
6.    MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut: obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada saat colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Pada anak – anak
•    Konstipasi
•    Tinja seperti pita dan berbau busuk
•    Distensi abdomen
•    Adanya masa difecal dapat dipalpasi
•    Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi (Betz cecily & sowden, 2002 : 197)
Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan (Budi, 2010).
    Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
1.    Malas makan
2.    Muntah yang berwarna hijau
3.    Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
    Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1.     Tidak dapat meningkatkan berat badan
2.    Konstipasi (sembelit)
3.    Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4.    Diare cair yang keluar seperti disemprot
5.    Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
    Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1.    Konstipasi (sembelit)
2.    Kotoran berbentuk pita
3.    Berbau busuk
4.    Pembesaran perut
5.    Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6.    Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat :
a.    Periode Neonatal
        Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
•    Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir.
•    Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
        Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993; Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).
     
Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.

b.    Anak
        Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi


Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakandefinitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.
7.    KOMPLIKASI
-    Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi
-    Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis.
-    Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomse, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
Selain itu :
•    Obstruksi usus
•    Konstipasi
•    Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
•    Entrokolitis
•    Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)
(Betz cecily & sowden, 2002 : 197)
8.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
    1. Foto abdomen
Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen anteroposterior pada posisi berdiri menunjukkan lengkung usus. Radiografi abdomen lateral pada posisi berdiri tidak memperlihatkan adanya udara rectum, yang secara normal terlihat di daerah presakral.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
•    Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
•    Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
•    Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).
       
    2. Studi Kontras Barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang meliputi adanya perubahan tajam pada ukuran diameter potongan usus ganglionik dan aganglionik, kontraksi ‘gigi gergaji (sawtooth)’ yang irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa paralel pada kolon proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi barium. Diameter rectum lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.
Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :
    Daerah transisi
    Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
    Entrokolitis pada segmen yang melebar
    Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam (Darmawan K, 2004 : 17)
    Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan HirschsprunG namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).
    3. Manometri Anorektal
    Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
    Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
1.  Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).
    4. Biopsi Rektal
Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk mendeteksi ketiadaan ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus submukosa dan pleksus mienterikus serta peningkatan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dinding usus. (Schwartz, 2004)
    5. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
9.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a.    Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b.    Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
    2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
    3. Tindakan bedah sementara
    Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk.
    Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
    4. Terapi farmakologi
    Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif
    Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
    5. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a.    Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b.    Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c.    Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan)
d.    Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT ).
1)    Tindakan Bedah Definitif
•    Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior (Kartono,1993; Swenson dkk,1990; Corcassone,1996; Swenson,2002).
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).
•    Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :
-    Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;
-    Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
-    Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
-    Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis (Kartono,1993).
•    Prosedur Soave
        Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
        Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut (Reding dkk,1997; Swenson dkk,1990).
•    Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis (Swenson dkk,1990).

10.    STOMA
Stoma adalah lubang buatan  pada abdomen untuk mengalirkan urine atau feses keluar dari tubuh.
PERAWATAN STOMA
Persiapan Alat dan Pasien
    Persiapan pasien
1.    Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll
2.    Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
3.    Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur, mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien
    Persiapan Alat
1.    Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
2.    Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3.    Kapas kering atau tissue
4.    1 pasang sarung tangan bersih
5.    Kantong untuk balutan kotor
6.    Baju ruangan / celemek
7.    Zink salep
8.    Perlak dan alasnya
9.    Plester dan gunting
10.    Bengkok
11.    Set ganti balut
Prosedur Kerja
    Persiapan Klien
1.    Memberitahu klien
2.    Menyiapkan lingkungan klien
3.    Mengatur posisi tidur klien
    Prosedur Kerja
1.    Cuci tangan
2.    Gunakan sarung tangan
3.    Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
4.    Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien
5.    Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
6.    Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
7.    Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
8.    Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9.    Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl
10.    Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
11.    Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
12.    Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13.    Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical / horizontal / miring sesuai kebutuhan pasien
14.    Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15.    Merekatkan / memasang colostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
16.    Merapikan klien dan lingkungannya
17.    Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
18.    Melepas sarung tangan
19.    Mencuci tangan
20.    Evaluasi respon klien
21.    Dokumentasikan

A.    PERAWATAN STOMA  YANG MENGALAMI INFEKSI
a.    Persiapan Alat dan Pasien
    Persiapan pasien
1.    Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll
2.    Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
3.    Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur, mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien
    Persiapan Alat
1.    Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat
2.    Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3.    Kapas kering atau tissue
4.    1 pasang sarung tangan bersih
5.    Kantong untuk balutan kotor
6.    Baju ruangan / celemek
7.    Antiseptik (Bethadine)
8.    Zink salep
9.    Perlak dan alasnya
10.    Plester dan gunting
11.    Obat desinfektan
12.    Bengkok
13.    Set ganti balut
b.    Prosedur Kerja
    Persiapan Klien
1.    Memberitahu klien
2.    Menyiapkan lingkungan klien
3.    Mengatur posisi tidur klien
    Prosedur Kerja
1.    Cuci tangan
2.    Gunakan sarung tangan
3.    Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma
4.    Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien produk stoma (warna, konsistensi, dll)
5.    Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
6.    Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok
7.    Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
8.    Dengan kassa basah lakukan penekanan pada luka agar bila ada pus dalam luka dapat keluar. Penekanan dilakukan karena meskipun dari luar luka operasi tampak kering, namun sering terdapat pus di dalamnya.
9.    Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl
10.    Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril
11.    Memberikan antiseptik (homolok)
12.    Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13.    Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical / horizontal / miring sesuai kebutuhan pasien
14.    Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15.    Merekatkan/memasang colostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya
16.    Merapikan klien dan lingkungannya
17.    Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
18.    Melepas sarung tangan
19.    Mencuci tangan
20.    Evaluasi respon klien
21.    Dokumentasikan

11. ASKEP HISPRUNG
Trigger 2 Hisprung
An. Karunia usia 7 hari dibawa ke RS karena perut kembung dan muntah. Dari hasil pengkajian perawat ditemukan An. Karunia terlihat lemas, bibir kering, dan menangis terus, tidak dapat tidur dengan nyenyak baik pagi, siang maupun malam. Tidur hanya sebentar-sebentar kemudian menangis. Abdomen distensi dan anak selalu memuntahkan ASI dan formula yang diberikan, ibu mengatakan sehari sebelum ke RS BB anak 3,3 kg ( ditimbang di bidan ) sekarang di RS BB An. Karunia 3,1 kg. TTV An.Karunia RR 42x/mnt, suhu 37,9 C, N=130x/mnt. Riwayat kelahiran An. Karunia anak pertama lahir normal, lahir di tolong bidan, BB lahir 3,6 kg, mekonium pertama keluar pada hari ketiga setelah kelahiran. Melihat kondisi anaknya, ibu banyak bertanya tentang penyakit anaknya dan penyembuhannya. Ibu juga mengatakan belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini. Jadi, ibu tidak tahu harus berbuat apa untuk anaknya.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah dialami dan tindakan pengobatan yang dilakukan?
Penggunaan obat?
Minum obat penghilang sakit kepala
Pernah dirawat/dioperasi? Lamanya dirawat?
Alergi?
Makan seafood dan minum obat tertentu
Status imunisasi?
Riwayat kehamilan dan persalinan?

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Orang tua?
Saudara kandung?
Penyakit keturunan yang ada?
Anggota keluarga yang meninggal?
Penyebab meninggal?

RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Bahasa yang digunakan?
Persepsi pasien tentang penyakitnya?
Pasien khawatir dengan kondisinya saat ini
Konsep diri
•    body image? Pasien tidak PD karena ada bercak-bercak di seluruh tubuhnya
•    ideal diri?
•    harga diri?
•    peran diri?
•    personal identity?
Keadaan emosi?pasien merasa cemas
Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara?
Hubungan dengan keluarga?
Hubungan dengan saudara?
Kegemaran / hobby?
Mekanisme pertahanan diri?
Interaksi sosial?

POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
a.    Pola Nutrisi
1.    Sebelum sakit
•    Frekwensi makan        :
•    Jumlah makanan        :
•    Jenis makanan        :
•    Alergi / intoleransi makanan    :
•    Nafsu makan            :
(   ) baik
(   ) meningkat
(   ) menurun
(   ) penurunan sensasi rasa
(   ) mual muntah
(   ) stomatitis
•    Berat  badan            :
•    Tinggi badan            :

2.    Saat sakit
•    Frekwensi makan            : sudah sejak 2 bulan frekuensi makannya turun
•    Jumlah makanan            :
•    Jenis makanan            :
•    Alergi / intoleransi makanan    :
•    Nafsu makan            :
(   ) baik
(   ) meningkat
( + ) menurun
(   ) penurunan sensasi rasa
(   ) mual muntah
(   ) stomatitis
•    Berat  badan            :
•    Tinggi badan            :
•    Masalah makan dan minum?
•    Gigi Palsu?
•    Upaya mengatasi masalah?

b.    Pola Eliminasi
1.    Sebelum sakit
BAB
•    Frekwensi        :
•    Waktu            :
•    Konsistensi            :
•    Warna            :
•    BAB terakhir        :
•    Penggunaan pencahar    :

BAK
•    Frekwensi             :
•    Warna            :
•    Bau                :

2.    Saat sakit
BAB
•    Frekwensi            :
•    Waktu            :
•    Konsistensi            :
•    Warna            :
•    BAB terakhir        :
•    Penggunaan pencahar    :
•    Riwayat perdarahan    :
•    (   ) diare        (   ) konstipasi    (   ) inkontinensia   

BAK
•    Frekwensi             :
•    Warna            :
•    Bau                :
•    Jumlah            :
•    Nyeri / rasa terbakar?
•    Riwayat penyakit ginjal / kandung kemih?
•    Penggunaan deuritika?
•    Penggunaan alat bantu (kateter)?
•     (   ) inkontine
(   ) hematuri
(   ) retensi
(   ) anuria
(   ) oliguri
(   ) nokturia
(   ) lain-lain : ......................................................................
•    Upaya mengatasi masalah?

c.    Pola Aktivitas, Latihan, dan Bermain
1.    Sebelum sakit
•    Kegiatan dalam pekerjaan?
•    Olahraga: Jenis? Frekwensi?
•    Kegiatan di waktu luang?

2.    Saat sakit
•    Kegiatan perawatan
-    Mandi
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
-    Berpakaian
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
-    Eliminasi
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
-    Makan & Minum
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
-    Mobilisasi
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
-    Ambulasi
(   ) mandiri
(   ) dibantu sebagian
(   ) perlu bantuan orang lain
(   ) perlu bantuan orang lain dan alat
(   )  tergantung / tidak mampu
•    Alat bantu            :
(   ) kruk
(   ) kursi roda
(   ) tongkat
(   ) lain-lain : ......................................................................

d.    Pola Istirahat dan Tidur
1.    Sebelum sakit
•    Waktu tidur (jam)            :
•    Waktu bangun                 :
•    Masalah tidur                :
•    Hal-hal yang mempermudah tidur    :
•    Hal-hal yang mempermudah bangun    :

2.    Saat sakit
•     Waktu tidur (jam)            :
•    Waktu bangun                 :
•    Masalah tidur                :
•    Hal-hal yang mempermudah tidur    :
•    Hal-hal yang mempermudah bangun    :
•    Masalah tidur                :
(   ) sering bangun
(   ) insomnia


e.    Pola Kebersihan / Personal Hygiene
1.    Sebelum sakit
•    Mandi        :    x/hari
•    Keramas        :    x/minggu
•    Ganti pakaian    :    x/hari
•    Sikat gigi        :    x/hari
•    Memotong kuku    :    x/minggu

2.    Saat sakit
•    Mandi        :    x/hari
•    Keramas        :    x/minggu
•    Ganti pakaian    :    x/hari
•    Sikat gigi        :    x/hari
•    Memotong kuku    :    x/minggu

PEMERIKSAAN FISIK
a.    Keadaan Umum
Compos mentis (kesadaran penuh)
GCS  4 5 6
b.    Tanda-tanda Vital
•    Tensi    :
•    RR    :
•    Nadi    :
•    Suhu    :
c.     Antropometri
•    BB    :
•    TB    :

PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
a.    Kepala dan Rambut
b.    Mata
c.    Hidung

d.    Telinga

e.    Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil, dan Pharing
Edema pada bibir
f.    Leher dan tenggorokan
g.    Dada atau Thorax
•    Paru-paru / Respirasi
Ronchi pada kedua lapang paru
•    Jantung / kardiovaskuler dan Sirkulasi
•    Payudara dan Ketiak
•    Abdomen
h.    Ekstremitas / Musculoskeletal
i.    Genetalia dan Anus
j.    Integument
k.    Neurology




DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC

ATRESIA ANI

ATRESIA ANI
Etiologi
Kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak memadai.
Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistula antara saluran kemih dan saluran genital.
Atresia ani (imperforate anus)
Penatalaksanaan atresia ani dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap otot panggul. Untuk itu dibuat pembagian sebagai berikut:
Atresia ani letak rendah (translevator)
Rektum menembus m. Levator anus sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Dapat berupa stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis yang dapat dibuka segera setelah anak lahir. Agenesis anus yang disertai fistula perineum juga dapat ditangani segera setelah anak lahir.
Atresia ani letak tinggi (supralevator)
Rektum tidak mencapai m. Levator anus, dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. Biasanya disertai dengan fistula kesaluran kencing atau genital.
Untuk menentukan golongan malformasi anorektal digunakan cara invertogram. Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap marka anus dikulit peritonium. Pada teknik bayi diletakkan terbalik (kepala dibawah) atau tidur terlungkup (prone), dengan sinar horizontal diarahkan ke trohanter mayor. Dinilai ujung udara yang ada didistal rektum ke marka anus.
Klasifikasi (Wingspread 1981)
Penggolongan anatomis malformasi anorektal:
Laki – laki
Golongan I: Tindakan:
1. Fistel urine Kolostomi neonatus pada usia
2. Atresia rekti 4 – 6 bulan
3. Perineum datar
4. Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit
pada invertogram
Golongan II: Tindakan:
1. Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa
2. Membran anal kolonostomi
3. Stenosis ani
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel, udara 1cm dari kulit
pada invertogram
Golongan II: Tindakan:
1. Fistel perineum Operasi definitif neonatus tanpa
2. Stenosis ani kolonostomi
3. Tanpa fistel, udara 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
1. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marka anus yang rapat ada diposteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
2. Stenosis ani
Lubang anus terletak dilokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sebaiknya cepat dilakukan operasi definitif.
3. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
b. Laki – laki
Perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
- Perineum : bentuk dan adanya fistel
- Urine : dicari ada tidaknya butir – butir mekonium diurin
Golongan I
1. Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethra eksternum. Fistula dapat terjadi keuretra maupun vesika urinaria.
Cara praktis untuk membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak diuretra yang terhalang kateter. Bila kateter urine mengandung mekonium, berarti fistel kevesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar dan penderita memerlukan kolostomi segara.
2. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 – 2 cm, sehingga tidak ada evakuasi feses sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
3. Perineum datar
Menunjukkan bahwa otot yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
4. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
1. Fistel perineum
Sama dengan wanita
2. Membran anal
Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan mekonium dibawah kulit. Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani
Lubang anus terletak dilokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sebaiknya cepat dilakukan operasi definitif.
4. Bucket handle
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Pada 10 – 20% penderita fistula harus dilakukan pemeriksaan radiologis invertogram.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan tindakan bedah yang disebutkan diseksi postero sagital atau plastik anorektal posterosagital. Kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi (kolostomi dikolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi disigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda (Double barrel).
Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti)
Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan diperineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai batas anterior marka anus.
3. Tetap bekerja digaris tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus memperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain.
Prognosis
1. Dengan menggunakan kalsifikasi diatas dapat dievaluasi fungsi klinis:
a. Kontrol feses dan kebiasaan buang air besar
b. Sensibilitas rektum
c. Kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensia tidak hanya tergantung pada kekuatan sfingter atau sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat R (2000), Anorektum, Buku Ajar Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta, hal 901 – 908.
Moritz M.Z (2003), Operative Pediatric Surgery, Mc. Grow Hill Professional, United State.
Lawrence W (2003), Anorectal Anomalies, Current Diagnosis & Treatment, edisi 11, Mc. Graw Hill Professional, United States, hal 1324 – 1327.
Reksoprodjo S, Malformasi Anorektal, Kumpulan Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta hal 134 – 139.